Me Love Me, Not Me Love You
Senang sekali rasanya memiliki seseorang yang menyayangiku, bagiku sudah cukup di masa sekolahku. Menemukan pacar pertama kalinya, perasaanku bercampur, antara malu dan takut bertemu. Bagiku pacaran itu bertukar perhatian, saling mendukung dan sama-sama punya tujuan yang sama. Awalnya itu semua yang kurasakan, perhatiannya memang lebih-lebih untukku. Setiap pulang sekolah atau hari libur, ia selalu menanyakan aku melakukan apa. Kalau pulang sekolah hingga larut malam dan berangkat pagi-pagi sekali, ia selalu menanyakan apa yang aku kerjakan.
Perasaanku semakin besar padanya, semenjak dia meminta izin kepada mamaku untuk mengantar-jemputku. Oh begini ya rasanya kasmaran. Sore itu, dia bilang ingin berkunjung ke rumah, di rumahku tidak ada orang kecuali aku. Kami duduk di ruang tamu, banyak yang kami bicarakan. Sudah beberapa bulan bersamanya, tapi rasanya masih seperti awal bertemu dengannya. Awalnya kami duduk berhadapan, ia pindah dan duduk di sebelahku. Tanpa ada pembicaraan pembuka, ia mencium bibirku. Spontan aku menarik tubuhku, aku memandangnya sinis.
“Aku nggak pernah ciuman”, kataku dengan gemetar.
Ia tersenyum dan memegang rambutku, “Nggak papa, kamu diem aja, ikutin aku.”
Malamnya aku tidak bisa tidur, antara senang dan tidak percaya. Dia mengirim pesan mengucapkan selamat tidur. Hari berikutnya, ia main lagi ke rumahku. Lagi-lagi memang hanya aku yang di rumah. Ia kembali menciumku, di tengah itu aku menarik tubuhku.
“Kita cuma sampai ciuman ya, tolong jangan pegang yang lain.”
Ia cuma mengangguk, tetapi ternyata tak mendengarku. Tangannya ikut memegangi bagian tubuhku. Spontan aku menarik tubuhku, lagi-lagi ia meyakinkanku kalau tidak akan lebih dari ini. Semakin hari, perhatiannya bertambah.
Hari-hari berikutnya aku sibuk dengan kegiatan OSIS dan PASKIBRA di sekolah. Waktuku menjadi lebih sedikit untuk bertemu dengannya. Tiba-tiba ia marah denganku karena aku semakin susah ditemui. Sudah kujelaskan melalui SMS kalau dalam beberapa hari ke depan aku harus mengikuti banyak kegiatan. Sebenarnya salah satu alasanku mengikuti banyak kegiatan agar tidak punya waktu berduaan dengannya. Kalau sempat bertemu, ia mulai mengecek handphone-ku. Menanyakan pesan dari teman laki-lakiku, kenapa si A mengontakku malam-malam, kenapa si B teman SD-ku tiba-tiba mengirim pesan, kenapa si C harus curhat denganku, kenapa si D mantanku menanyakan kabarku. Aku menjelaskan satu per-satu, ia tidak marah tetapi wajahnya tampak kesal.
Beberapa hari kemudian, dia sengaja menunjukkan pesan singkatnya dengan perempuan lain. Ia menunjukkan kemesraan dengan teman perempuannya di sekolah. Awalnya aku biasa saja, tetapi ternyata itu malah membuatnya marah besar. Katanya aku tak punya hati karena tidak cemburu. Kemudian kita bertengkar cukup lumayan kompleks. Dia semakin menuntut waktuku, menuntut menghapus semua kontak laki-laki di handphone-ku, mencurigai teman dekat perempuan dan laki-laki. Saat bertengkar, ia selalu berkata kasar dan membentak.
Pertengkaran itu merubah diriku menjadi orang lain, bukan diriku yang kukenal, karena aku tidak ingin bertengkar, kuputuskan untuk mengurangi kegiatan di sekolah, menghapus beberapa kontak teman laki-laki, dan mengurangi waktu bertemu dengan beberapa teman. Waktuku hanya untuknya, menemaninya. Sampai di satu titik, aku lelah dan ingin mengakhiri hubunganku dengannya. Aku terus mencari kesalahan dan membuat ulah, tetapi ia tidak ingin berpisah. Kuputuskan menyelesaikan hubungan melalui SMS.
Lepas darinya, hidupku seakan terancam. Kadang-kadang aku masih melihatnya di sekolah dan berusaha mencariku, tetapi aku benar-benar menolak dan lari darinya. Aku merasa bodoh mengikuti keinginannya selama ini, menjadi yang diinginkan. Setelah beberapa tahun, aku sepakat kalau pasangan tidak akan menuntut merubah dirimu. Kalau itu sampai terjadi, mungkin kalian harus memikirkannya kembali. Apakah pasanganmu baik untuk masa depanmu, apakah pasanganmu bisa bekerja sama dengan prioritasmu yang lain.
Kejadian itu juga membuatku semakin sadar, bagaimana menemukan keinginan dan kecintaan diri sendiri terlebih dahulu, sebelum memutuskan mempunyai pasangan. Apakah kalian seorang perempuan yang ingin dunianya hanya berdua dengan kekasih, atau kalian seorang perempuan yang menginginkan pasangan cukup menjadi bagian dari dunia kalian. Mendukung dan menghargai sebagai pasangan tentunya.
Temukan dirimu, sayangi dirimu, sebelum siap membaginya dengan orang lain. (Vregina)